Multatuli dan Penanya

oleh - Desember 21, 2019

Buku adalah karya pena. 
[KABOOMPICS.COM]

Pernah gak sih kalian bertanya-tanya soal masa lalu, introver?. Saat zaman Indonesia masuh dijajah dulu. Saat nenek moyang kita menderita karenanya?.

Rasa penasaran itulah yang menelusik gue untuk mencari tahu lebuh lanjut tentang semuanya. Sejarah yang udah berlalu. Iseng-iseng gue cari aplikasi di Google Play. Dan menemukan salah satu aplikasi yang wow banget, Bookmate

Sigkatnya aplikasi ini telah mempertemukan gue dengan satu mahakarya. Yang disebut-sebut sebagai penggerak bangsa Indonesia untuk merdeka. Melawan segala bentuk penjajahan. Buku itu ialah Max Havelaar karya Multatuli

Buku ini terbit di abad 19-an. Gue yakin banyak dari kita yang udah tahu judul buku ini. Karena begitu seringnya buku ini disebut-sebut ribuan kali dalam buku teks Sejarah. Di jenjang pendidikan mana pun. Gue yakin dan percaya buku ini pasti udah dicetak ulang sebanyak berkali-kali. Dan juga udah disadur dalam bahasa lain. Beruntungnya, zaman sekarang buku sejarah yang penting ini udah dapat diakses secara online. Cakep!

Detail Buku Fisik
Judul Buku: Max Havelaar
Nama Pengarang: Multatuli (Douwes Dekker)
Tahun Terbit: 1860
Jumlah halaman: 480 halaman
Dimensi: 13 cm/21 cm 

(Dikutip dari mizanstore.com)

Deskripsi Asli

Max Havelaar, ditulis oleh Eduard Douwes Dekker, mantan asisten Lebak, Banten, abad 19. Douwes Dekker terusik nuraninya melihat penerapan sistem tanam paksa pemerintah Belanda yang menindas bumiputra. Dengan nama pena Multatuli, yang berarti aku menderita, dia mengisahkan kekejaman sistem tanam paksa yang menyebabkan ribuan pribumi kelaparan, miskin dan menderita. Diperas oleh kolonial Belanda dan pejabat pribumi korup yang sibuk memperkaya diri. Hasilnya, Belanda menerapkan Politik Etik dengan mendidik kaum pribumi elit, sebagai usaha ‘membayar’ utang mereka pada pribumi. Tragis, lucu dan humanis, Max Havelaar, salah satu karya klasik yang mendunia. Pramoedya Ananta Toer menyebutnya sebagai buku yang ‘membunuh’ kolonialisme. Kemunculannya menggemparkan dan mengusik nurani. Diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan diadaptasi dalam berbagai film dan drama, gaung kisah Max Havelaar masih menyentuh pembaca hingga kini.

(Dari mizanstore.com)

Ulasan

Buku ini bercerita tentang seorang makelar kopi yang mulai menulis novel. Tokoh utama novel tersebut namanya Max Havelaar, asisten Lebak, Banten. Awalnya Max Havelaar setuju dengan sisrem hukum yang diterapkan Belanda di Indonesia. Perlahan hatinya mulai tergerak. Karena banyak rakyat menderita di sana-sini. Wabah penyakit pun menyebar. Sejak saat itu, Max Havelaar bersumpah buat menegakkan keadilan terhadap semua orang. Dia rela hidup serba pas-pasan demi rakyat yang diperintahnya. Dalam  buku ini, diceritkan juga tentang bobroknya penjajahan. Yang tega memisahkan dua insan yang jatuh cinta. Adinda dan Saidjah. Yang berjanji bertemu di salah satu pohon yang ada di hutan. 

Bagi gue sendiri, buku ini agak menggelitik. Karena dengan terang-terangan Multatuli menggambarkan secara detail budaya Indonesia waktu itu. Dimana orang Sunda gak layak disebut Jawa. Dimana orang Sunda seringkali mengganti huruf 'f' dan 'v' jadi 'p'. Cerita mengalir begitu detail. Tahu-tahu, gue sampai di bab yang agak menyedihkan. Kisah cinta Saidjah dan Adinda yang kandas karena Adinda mati ditembak. Penjajah ternyata begitu kejam dan menderitanya. 

Yang menarik lagi buat gue adalah, di bagian akhir. Multatuli menguak identitas aslinya. Terus dengan terang-terangan bilang kalau dia SANGAT menentang penjajahan. Seolah-olah dia gak takut kalau mati ditembak Tentara Belanda besok. Itulah sosok Multatuli alias Douwes Dekker yang pemberani. Dia berkhianat kepada mereka yang berkhianat dan gak memperlakukan manusia dengan semestinya. Salut.

Douwes Dekker. 
[WIKIPEDIA.COM] 

Pada akhirnya, buku ini memberikan pelajaran buat kita. Mengenai betapa beruntungnya kita hidup di zaman sekarang. Pendidikan mudah diakses, begutu juga informasi. Keluar rumah juga gak perlu takut kalau ada serangan mendadak. Anak perempuan gak lagi dipingit sampai menikah. Pokoknya ada banyak hal yang patut kita syukuri karena gak mengalami era yang kelam itu. Konon, nama pena Douwes Dekker sendiri (Multatuli) berarti 'aku menderita'. Jadi kebayang betapa sulitnya bertahan hidup di masa itu ya, introver.

Pada generasi berikutnya, buku ini langsung berdampak besar. Mulai muncul gemercik api buat merampas kembali apa yang sudah dirampas. Mulai dari gerakan sembunyi-sembunyi sampai yang terang-terangan, Indonesia mulai melawan. Seandainya gak ada buku ini, mungkin semangat bangsa kita masih kurang membara. 

Meski dibilang novel yang erat kaitannya sama hal fiksi, buku ini adalah realitas. Yang ada dalam buku ini gak bisa disangkal karena benar-benar terjadi. Hebat bukan, di zaman yang lagi getir itu ada seseorang yang berani mengemukakan pendapat?. Bahkan sampai bersumpah mengutuk penjajah. Padahal orang Pribumi sendiri waktu itu belum bisa apa-apa. Hebat banget sosok Douwes Dekker ini. Padahal dia sendiri bukan orang Indonesia asli. 

Bahasa dalam buku ini memang agak menyulitkan bagi gue. Karena konteks bahasa yang beda sama yang kita pakai sekarang ini. Sampai-sampai gue harus mikir lagi buat menerjemahkan maksudnya. Padahal udah bahasa Indonesia, loh. Ckckck, bahasa Indonesia emang hebat. Fleksibel, berubah mengikuti zaman. 

Membaca buku ini benar-benar bikin pikiran terbuka. Kalaudi sana, ada salah satu nama yang dijadikan nama pahlawan nasional. Dia bukan dari kalangan pribumi. Dengan penanya dia menerjang dan membakar semangat para (calon) pejuang. Dialah Multatuli alias Douwes Dekker. Penanya telah mengubah Indonesia dan dunia.

Kelebihan

- Buku ini menggugah semangat buat menjaga apa yang sudah bangsa Indonesia dapatkan (kemerdekaan). 
- Bikin kita tahu tentang bahasa Indonesia yang digunakan di zaman dulu. 
- Ada banyak banget pelajaran yang terkandung. Serius banyak banget. Kalau mau gue sebutin semua, nanti bakal jadi buku tebel. Dan malah nyaingin tebelnya buku ini.
- Mengigatkan kembali kalau Indonesia bisa sama rata dengan bangsa lain. 

Kekurangan

- Bahasa yang agak njelimet. Iya, sekali lagi, kita hidup di zaman yang beda dengan Douwes Dekker. Wajarlah kalau ada hal agak gue kurang paham dari buku ini. 
- Kekurangannya sedikit. Lebih banyak positifnya. 

Penilaian

❤️❤️❤️❤️❤️
5/5
Highly recommended! 

Kesimpulan

Kekuatan Douwes Dekker dalam merajut kata untuk menulis buku ini kayaknya gak perlu dipertanyakan lagi. Banyak tokoh nasional yang juga udah mengakui mengenai isi buku ini. Penjajahan dan pelecehan dalam bentuk apapun memang sudah sepantasnya kita tumpas dan basmi. Buku ini bisa jadi pengingat betapa beruntungnya kita anak milenial. Yang sama sekali gak pernah mencicipi pahitnya penjajahan. Untuk itu, yuk kita sama-sama jaga Indonesia, introver. Sama-sama kita buktikan kalau Indonesia mampu sebanding dengan bangsa dan negara lain!. 


Baca Juga

0 komentar

Apa yang ada dipikiranmu?. Yuk, sharing bareng!. Komentar yang dikirim akan dimoderasi terlebih dahulu oleh tuan rumah. Silahkan sertakan link blogmu (jika punya). Terima kasih telah berkunjung! ♥