#PUTIHDONGKER: Gempa

oleh - Mei 13, 2016



Ngeliat seragam putih dongker, rasanya jadi kangen sama masa SMP gue yang gak jauh-jauh beda dengan masa SMA gue. Masa SMP atau yang biasa orang sebut dengan 'masa alay' ini, gue lalui di dua kota yang ada di pulau Sulawesi, Gorontalo dan Makassar. 2 tahun awal, gue SMP di Gorontalo, sedangkan setahun terakhir, gue hengkang kaki dari Gorontalo dan pindah ke Makassar. Enak sih enak punya banyak temen, tapi rindunya sama temen lama kagak ketulungan.
Ada banyak hal yang bener-bener gak bisa hilang dari otak gue sejak SMP. Salah satunya tentang gempa yang saat itu tiba-tiba datang begitu aja.
Hari itu, gue lupa tanggalnya kapan tapi yang jelas gue masih SMP, kelas 1. Dan gue inget banget kalo saat itu kami hampir aja mau belajar pelajaran tergampang buat anak zaman sekarang : Teknologi, Informasi dan Komunikasi yang disingkat jadi TIK. waktu itu sekitar jam 11 siang, kelas kami lagi tenang-tenangnya. Kalo gak salah inget, waktu itu kami lagi ulangan harian atau apalah, sehingga kami gak bisa ribut sama sekali.
Namun, saat lagi tenang-tenangnya, gue merasa ada yang gak beres dengan kursi gue. Padahal gue gak goyang-goyang kaki ataupun ngapain, kursi gue 'bergoyang' dengan sendirinya. Pas gue nengok ke belakang, gak taunya temen gue yang iseng lagi ngegoyang-goyangin kakinya di kursi gue. Gue menatapnya dengan wajah sedatar tembok yang ada di rumah gue. Gue kembali melanjutkan kegiatan gue yang lagi bertumpuk saat itu. Entah apa yang gue tulis saat itu, gue tetap melanjutkan tulisan gue.
Guru TIK kami memasuki kelas dengan wajah yang cerah ceria. Dengan penuh semangat bawa buku absen yang disampir di tangan kirinya. Dan anehnya dia gak bawa buku cetak sama sekali. Yaa.. kan udah gue bilang pelajaran TIK itu CUMA modal praktek dan sedikit hapalan doang (baca: gampang).
Kursi gue dengan misterius kemudian kembali 'bergoyang'. Kali kedua. Gue menatap ke samping, lalu ke belakang. Temen gue membalas dengan cengiran yang sama. Begitu juga dengan tatapan datar gue dengan ekspresi yang gak lebih dan gak kurang. Masih sama. Gue kembali berkutat dengan tulisan gue. Dan pada saat itu gue langsung bersumpah dalam hati gue gak akan menghiraukan 'goyangan-goyangan' kursi gue selanjutnya.
Guru TIK kami, mulai ngabsen nama kami satu persatu. Sembari kami melanjutkan tulisan kami masing-masing.
'Goyangan' kursi gue yang nyebelin itu kembali terjadi lagi, berkali-kali. Karena gue udah bersumpah buat gak balik kebelakang, gue hiraukan 'goyangan' kursi gue. Karena gue rasa, gue udah tahu bahwa itu adalah ulah temen gue lagi. 'Goyangan' itu kembali terjadi lagi. Karena gue kesel, akhirnya gue mengingkari sumpah gue. Dan balik ke belakang, menuduh temen gue karena dia udah bikin kursi gue goyang berkali-kali.
"Gak kok, bukan gue, bukan gue...", dia ngejelasin dengan wajah pusat pasi. Gue yang ngerasa kasihan, luluh juga karena dia udah masang ekpresi kayak gitu. Lah, terus kalo bukan dia apaan?..
Gue dan temen-temen sekitar gue saling bertatapan. Kalo bukan dia, terus apa?, gue rasa kami berpikir serentak.
"Jangan-jangaan...", salah satu temen sekitar gue berbisik.
"Stt.. bilang ke guru, bilang ke guru..", temen gue yang satu lagi berbisik pelan banget.
"GEMPA BUMIIIII!!!!", temen gue yang laen berteriak memecah semua kesunyian. Kami yang sedang sibuk menulis, memasang ekspresi wajah yang berbeda-beda. Ada yang ngelanjutin nulis, ada yang cengo kayak kambing congek. Sementara guru kami yang seharusnya ngelanjutin absenannya, malah lari ngibrit ninggalin kami semua tanpa peduli sama kami. Begonya, kami semua tetap diam beberapa saat setelah guru kami keluar.
Kemudian kami langsung heboh setelah itu. Suasana kelas jadi ricuh seketika. Temen-temen kami yang dari kelas lain udah berlarian di koridor. Kebetulan saat itu kelas kami ada di tingkat 2. Bayangin aja, ratusan anak SMP berlarian nyelametin dirinya masing-masing. Gue gak tau gimana nasib temen-temen gue. Yang gue tahu, saat gue mau turun kebawah, badan gue kejepit dan kaki gue diinjek-injek sama puluhan orang. Nyeri banget. Dan serangan yang menyerang gue dari segala arah. Dorongan dari depan, belakang, kanan sama kiri. Gue turun tangga dengan susah payah dan kewalahan karena diterjang orang banyak.
Sesampainya di bawah, gue baru bisa bernapas dengan lega setelah melewati kondisi yang bener-bener nyesekin. BANGET. Temen gue sampe ada yang trauma gara-gara kejadian yang untungnya gak membahayakan tersebut. Ada yang nangis, ada yang ketakutan. Beda dengan mayoritas anak-anak kelas gue yang nyengir-nyengir setelah gempa singkat waktu itu berakhir.
Sampe sekarang, gue berani bertaruh dan yakin banget,  kalo topik GEMPA adalah topik yang terlucu sedunia bagi kami, MANTAN anak kelas VII-3 di SMPN 6 Gorontalo.

Baca Juga

0 komentar

Apa yang ada dipikiranmu?. Yuk, sharing bareng!. Komentar yang dikirim akan dimoderasi terlebih dahulu oleh tuan rumah. Silahkan sertakan link blogmu (jika punya). Terima kasih telah berkunjung! ♥